Agrotekno Sarana Industri
085741862879
Jual Probiotik Primavita Penggemuk Sapi, Unggas Dan Perikanan
Daging sapi adalah salah satu produk pangan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Permintaan
daging sapi dalam negeri mengalami kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.
Hingga kini, pasokan daging sapi lokal belum mampu mengimbangi permintaan
daging sapi, sehingga sebagian besar daging sapi yang beredar di pasaran masih impor dari
negara lain. Saat ini, harga daging sapi segar masih terbilang tinggi; daging kualitas
tinggi mencapai harga Rp.85.000/kg, kualitas sedang Rp.75.000, dan kualitas
rendah Rp.60.000. Menjelang hari raya
Idhul Fitri dan hari-hari besar nasional lainnya, permintaan daging sapi
mengalami lonjakan yang cukup signifikan dan memicu kenaikan harga daging sapi.
Berdasarkan
data BPS dan Statistik Peternakan, 2009, bahwa pada tahun 2007 konsumsi daging
sapi adalah 1,95 kg per kapita dan mengalami peningkatan menjadi 2 kg per
kapita pada tahun 2008, menjadi 2,24 kg per kapita pada tahun 2009. Peningkatan
konsumsi ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan daging sapi dan jeroan dari
455.755 ton pada tahun 2008 menjadi 516.603 ton pada tahun 2009. Kebutuhan
daging tersebut setara dengan jumlah sapi sebanyak 2,432 juta ekor sapi pada
tahun 2008 dan 2,746 juta ekor sapi pada tahun 2009. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, maka impor daging sapi dan jeroan juga meningkat menjadi sebesar
110.246 ton serta untuk sapi bakalan sebanyak 768.133 ekor pada tahun 2009.
Sedangkan pada tahun 2011, Kementerian Pertanian mengimpor daging sapi sebanyak
140 ribu ton atau sekitar 33% dari total kebutuhan daging sapi selama tahun
2011.
Produksi
daging sapi lokal masih cenderung fluktuatif yang menunjukkan bahwa
ketersediaan daging sapi lokal tidak konsisten, sehingga memacu terjadinya
impor daging sapi dan sapi bakalan. Pada mulanya, kebijakan impor sapi bakalan
dan daging sapi yang dilakukan oleh pemerintah adalah untuk menyediakan daging
sapi yang terjangkau bagi masyarakat, namun perkembangannya proporsi daging
sapi impor telah mencapai 30% dari kebutuhan daging sapi nasional, sehingga
mengkhawatirkan bagi kedaulatan dan ketahanan pangan. Kondisi ekonomi pasar
sapi domestik relatif fluktuatif dipengaruhi beberapa variabel pasar global
antara lain: tingkat penawaran daging sapi, konsumsi dan harga daging sapi
lokal, jumlah dan harga impor sapi dan daging sapi, dan harga riil pasar
internasional, jumlah induk dan pemotongan sapi lokal.
Meningkatnya
permintaan daging sapi, menjadi tantangan sekaligus peluang untuk mengembangkan
usaha peternakan sapi potong di Indonesia .
Budidaya sapi potong sangat prospektif, karena permintaan daging sapi baik
pasar domestik maupun luar negeri sangat tinggi dan cenderung meningkat. Selain menghasilkan daging, usaha
budidaya sapi memberikan banyak
manfaat antara lain adalah: menghasilkan pupuk kandang yang dapat diproses
menjadi pupuk organik yang banyak mengandung unsur hara yang dapat memperbaiki
struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur; urin sapi dapat diolah menjadi pupuk organik
yang mahal harganya; pembuatan biogas dari kotoran sapi; kulit sapi dapat
dijadikan sebagai bahan baku industri kerajinan kulit dan kerupuk krecek; tulang
sapi dapat diolah menjadi bahan bahan seperti; perekat/lem, tepung tulang dan
barang kerajinan. Selain itu, sapi juga sering dimanfaatkan untuk menarik
gerobak, atau membajak sawah oleh para petani.
Untuk memacu ketersediaan
daging sapi nasional maka perlu upaya meningkatkan populasi, dan produktivitas
sapi potong. Untuk meningkatkan populasi dan produksi sapi potong, perlu upaya
pengembangan usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong. Ketersediaan bibit
sapi potong merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai
nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya kebutuhan daging, sehingga
diperlukan upaya pengembangan pembibitan sapi potong secara berkelanjutan.
Pembibitan dan penggemukan sapi potong saat ini masih berbasis pada peternakan
rakyat yang berciri skala usaha kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan
teknologi seadanya, dan umumnya lokasi tidak terkonsentrasi.
Untuk
memacu peningkatan populasi dan produksi sapi nasional, maka budidaya sapi
perlu diarahkan dari teknik ekstensif ke intensif. Umumnya budidaya sapi di Indonesia
masih dilakukan secara tradisional (ekstensif) yang banyak dilakukan di
desa-desa. Usaha penggemukan sapi secara tradisional umumnya hanya sambilan
yang dilakukan oleh para petani untuk memanfaatkan limbah pertanian sebagai
pakan sapi dan jumlahnya juga tidak banyak berkisar 2-5 ekor. Usaha
pemeliharaan sapi secara tradisional biasanya menggunakan kandang sederhana
dari bambu atau kayu dan perawatannya masih belum begitu memperhatikan sanitasi
kandang, jumlah pakan dan gizi yang kurang memadai, pencegahan dan pengendalian
penyakit yang kurang diperhatikan. Jika penggemukan sapi potong dilakukan
secara intensif dan manajemen yang baik, maka dapat menjadi bisnis yang cukup
menjajikan.
Agrotekno Sarana Industri
Jual Probiotik Lactobacillus sp. untuk penggemukan sapi
Jual Probiotik Lactobacillus sp. untuk penggemukan sapi
1 comments:
sebenarnya tidak terlalu sulit dalam menjalankan usaha ini, hanya saja modal yang harus dikeluakan cukup besar sehingga bagi pengusaha kecil mungkin agak susah dalam memulainya.
Post a Comment