Agrotekno Sarana Industri
085741862879
Jual Aneka Jenis Mikrobia
Peluang Dan Tantangan Budidaya Sapi Potong
Daging sapi adalah salah satu komoditas peternakan
yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Daging sapi banyak dikonsumsi untk berbagai
macam produk olahan seperti; bakso, sosis, dendeng, abon, krupuk krecek, beef,
dan berbagai aneka kuliner lainnya. Permintaan daging sapi oleh konsumen rumah
tangga dan industri olahan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang
signifikan, hal ini disebabkan laju pertumbuhan jumlah penduduk, dan peningkatan
taraf hidup masyarakat. Adanya peningkatan permintaan daging sapi tersebut
secara kontinue, maka perlu adanya upaya untuk menyeimbangkan antara permintaan
dan pasokan. Saat ini, sebagian besar daging sapi untuk mencukupi kebutuhan
dalam negeri masih impor dari negara lain seperti Australia. Kehadiran daging
sapi impor juga masih dipertanyakan aspek keamanan dan kehalalannya. Oleh
karena itu, kita perlu memikirkan kapan kita mulai bisa berswasembada daging
sapi, tidak bergantung kepada daging sapi impor.
Rendahnya
produksi daging sapi di Indonesia, karena peternakan sapi umumnya masih
dilakukan secara ekstensif yaitu dilakukan oleh para petani secara tradional untuk
memanfaatkan limbah pertaniannya sebagai pakan ternak. Umumnya para peternak
membudidayakan hewan sapi hanya dalam
jumlah sedikit 1-3 ekor, dan umumnya mereka menjual disaat membutuhkan uang,
sehingga sapi hanya dianggap sebagai sambilan untuk tabungan. Pola peternakan
sapi secara tradisional seperti ini perlu diperbaiki yaitu dengan sistem intensif
dimana pakan, kandang, managemen perawatan dilakukan secara baik sehingga
produksinya dapat maksimal. Para peternak harus diberi motivasi yang
menyemangati dan diberikan pelatihan-pelatihan bagaimana meningkatkan produksi
daging sapi maupun sapi bakalan. Untuk memacu produksi daging sapi, maka perlu
adanya sinergis antara peternak, pemerintah, pelaku usaha, universitas sebagai
lembaga riset dan pengembangan.
Pada tahun 2010, pemerintah melalui program
swasembada daging sapi (PSDS), menargetkan bahwa produksi daging sapi sebesar
2,72 kg/kapita/tahun dan produksi daging sebesar 654,4 ribu ton/tahun untuk
memenuhi kebutuhan daging bagi populasi penduduk sebanyak 242,4 juta orang. Dan,
program swasembada daging sapi tersebut akan berlanjut menjadi PSDS 2014.
Program swasembada daging sapi tidak lepas dari ketersedian sapi bakalan dan
jumlah pakan yang berkualitas dan mencukupi. Indonesia memiliki jenis sapi
bakalan yang cukup layak dikembangkan baik kualitas karkas dan pertumbuhannya
seperti sapi Bali, Madura, PO, dan masih banyak beberapa jenis sapi lokal.
Beberapa jenis sapi bakalan berasal dari negara lain juga telah banyak
dibudidayakan oleh para peternak di Indonesia seperti Simental, Limousin,
Brahman, dan lain-lain. Sapi bakalan baik lokal maupun asal negara lain harus
ditingkatkan ketersediaanya. Impor sapi bakalan akan lebih menguntung bangsa
Indonesia, ketimbang mengimpor dalam bentuk daging. Selain ketersediaan sapi
bakalan dalam jumlah yang cukup, pakan sapi yang berkualitas dalam jumlah cukup,
sangat penting dan mendukung dalam program intensifikasi budidaya hewan sapi.
Diversifikasi dan inovasi pakan ternak sapi perlu dilakukan sehingga efesien
dan efektif. Semakin menyempitnya lahan penggembalaan sapi dan meningkatnya
harga pakan konsentrat pabrikan, maka perlu upaya mengembangkan pakan
alternatif yang melimpah, murah dan berkualitas dengan memanfaatkan sumberdaya
lokal.
Pentingnya Upaya Pengadaan Pakan
Alternatif
Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup dan
berkualitas sangat menentukan kesuksesan budidaya sapi potong. Pakan ternak alternatif
dapat dengan memanfaatkan dan mengembangkan limbah hasil pertanian dan perkebunan
yang memiliki kandungan nutrisi tinggi antara lain; jerami padi, jerami jagung,
limbah sayuran, limbah kelapa sawit, limbah tebu dan limbah kakao. Jagung dan
dedak (padi) adalah salah contoh bahan baku yang tersedia cukup memadai tetapi
belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Limbah hasil pertanian
dan perkebunan cukup tersedia di Indonesia, namun potensinya belum dimanfaatkan
secara optimal sebagai pakan ternak. Pemanfaatan limbah pertanian dan
perkebunan sebagai pakan ternak baru mencapai 30-40% dari potensi yang tersedia
saat ini.
Permasalahan yang dihadapi dalam menggunakan pakan
limbah pertanian dan perkebunan terdiri dari faktor pengetahuan peternak,
kualitas pakan limbah pertanian dan perkebunan dan faktor lingkungan (cemaran).
Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan dukungan teknologi dan sosialisasi
tentang pemanfaatan limbah hasil pertanian sebagai pakan ternak secara
berkesinambungan.
Mutu pakan limbah hasil pertanian dan perkebunan
dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan, diantaranya melalui pengolahan (pretreatment)
limbah hasil pertanian, suplementasi pakan dan pemilihan limbah pertanian/perkebunan.
Pengolahan limbah hasil pertanian dilakukan dengan metoda fisik, kimia,
biologis maupun kombinasinya. Bahan suplementasi diantaranya adalah leguminosa,
kacang-kacangan maupun sisa pengolahan industri pertanian. Seleksi jenis limbah
tanaman perlu pula dilakukan untuk mengurangi efek samping terhadap kesehatan
ternak dan keamanan produknya. Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih
dahulu mutu nutrisi pakan limbah pertanian/perkebunan, kandungan toksin
dan/atau antinutrisi di dalam tanaman dan cemaran berbahaya pada tanaman.
Limbah hasil pertanian organik merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk
mendapatkan pakan limbah karena mampu mengurangi resiko terjadinya residu bahan
beracun berbahaya pada produk ternak serta mengurangi ancaman terhadap
kesehatan ternak.
Ketersediaan dan kontinyuitas bahan baku pakan
ternak sapi sering kali menjadi kendala dalam budidaya sapi. Selain penyebarannya
yang tidak merata, pemanfaatan bahan baku pakan ternak masih sangat terbatas. Dalam
budidaya sapi, faktor-faktor yang perlu diketahui oleh peternak adalah tentang ketersediaan
bahan baku pakan lokal, komposisi kimiawi bahan pakan, pengolahan, penyusunan
ransum dan kebutuhan akan dibahas dalam makalah ini.
Beberapa jenis limbah hasil pertanian dan perkebunan
cukup tersedia di berbagai daerah Indonesia, namun potensi limbah tersebut untuk
digunakan sebagai pakan ternak belum dikembangkan secara optimal. Potensi ketersediaan
beberapa limbah pertanian dan perkebunan yang dapat digunakan sebagai pakan
ternak antara lain adalah:
1.
Jerami padi
Jerami padi merupakan limbah hasil pertanian yang
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Ketersediaan jerami
padi cukup melimpah di Indonesia. Namun demikian, pemanfaatan jerami padi sebagai
pakan ternak belum optimal karena rendahnya kandungan protein kasar (3 – 4%) dan
tingginya kandungan serat kasar (32 – 40%) sehingga memiliki tingkat kecernaan yang
rendah yaitu berkisar antara 35 – 37%. Rendahnya nilai gizi dan daya cerna
bahan kering jerami padi maka inovasi teknologi sangat diperlukan untuk meningkatkan
kualitas jerami padi sebagai pakan ternak baik secara kimiawi, fisik dan
biologis. Proses fermentasi jerami padi merupakan salah satu pendekatan secara
biologis untuk meningkatan kualitas pakan jerami padi. Proses ini menggunakan
biostarter untuk mempercepat peningkatan kualitas pakan dan untuk penyimpanan
jangka panjang. Bahan biostarter yang umum digunakan adalah mikroorganisme
(bakteri asam laktat: Lactobacillus sp.) dan jamur (Aspergillus niger).
Proses fermentasi dilakukan melalui dua tahap yaitu
tahap pengeringan dan penyimpanan. Proses fermentasi dapat dipercepat dengan penambahan
urea untuk disimpan (dibiarkan) selama 21 hari sebelum digunakan sebagai pakan
ternak. Jerami padi yang telah difermentasi memiliki penampilan bewarna coklat
dengan tekstur yang lebih lunak. Kandungan nutrisi yang dihasilkan lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa fermentasi serta memiliki nilai gizi yang sebanding
dengan rumput gajah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa bahwa kandungan protein
kasar pada jerami padi fermentasi meningkat dari 5,36% menjadi 6,78%. Kandungan
protein tersebut ternyata cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi potong. Untuk
memperbaiki daya cerna pakan, energi metabolik dan daya cerna, maka pakan
jerami padi fermentasi dapat ditambahkan beberapa bahan kimia seperti urea. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa proses fermentasi dapat menurunkan kandungan
residu pestisida golongan organokhlorin (OC) maupun organofosfat (OP), yang
mana keberadaan residu pestisida dalam pakan dapat membahayakan kesehatan
ternak dan produk ternak yang dihasilkan.
2.
Limbah kelapa sawit
Indonesia memiliki lahan kelapa sawit yang cukup
luas tersebar di Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, dll. Bagian-bagian
tanaman dari kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak terdiri
dari daun, pelepah, lumpur, bungkil, dan bungkil inti sawit. Proses pengolahan
kelapa sawit menghasilkan limbah bungkil sawit. Bungkil sawit sangat potensial
dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi karena kandungan nutrisinya masih cukup
baik. Pada umumnya produk samping yang diperoleh dari industri kelapa sawit
dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) berasal dari kebun kelapa sawit (diantaranya
pelepah dan daun) dan (2) dari pabrik pengolahan buah kelapa sawit (seperti
bungkil dan lumpur). Limbah hasil pengolahan kelapa sawit juga mengandung serat
kasar yang tinggi, namun kandungan protein kasar lumpur sawit dan bungkil
kelapa sawit secara berurutan yaitu 14,58 % BK dan 16,33 % BK, sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan bakan
ternak ruminansia.
3.
Daun dan pelepah kelapa sawit
Daun dan pelepah kelapa sawit merupakan salah satu
bahan pakan ternak yang memiliki potensi yang cukup tinggi, akan tetapi kedu abahan
pakan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternakan sapi. Produksi
daun/pelepah dapat mencapai 10,5 ton pelepah kering/ha/tahun. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa kandungan protein kasar pada kedua bahan pakan
tersebut masing-masingnya mencapai 15% BK (daun) dan 2 – 4% BK (pelepah). Campuran
kedua bahan pakan tersebut dapat meningkatkan kandungan protein menjadi 4,8%. Kedua
bahan pakan tersebut mengandung lignin yang sangat tinggi dibandingkan dengan
jerami padi yang hanya mengandung 13% BK. Tingginya kadar lignin di dalam pakan
akan mengakibatkan rendahnya palatibilitas, nilai gizi dan daya cerna terhadap pakan.
Nilai nutrisi pelepah sawit dapat ditingkatkan melalui amoniasi, penambahan
molases, perlakuan alkali, pembuatan silase/pelet, perlakuan dengan tekanan uap
yang tinggi dan secara enzimatis.
4.
Lumpur sawit dan bungkil inti sawit
Lumpur sawit dan bungkil inti sawit adalah hasil
ikutan dari pengolahan minyak kelapa sawit. Dalam proses pengolahan minyak
kelapa sawit dapat diperoleh rendemen sebesar 4 – 6% lumpur sawit dan 45%
bungkil inti sawit dari tandan buah segar. Setiap hektar tanaman kelapa sawit
dapat menghasilkan 840 – 1246 kg lumpur sawit dan 567 kg bungkil inti sawit. Bungkil
inti sawit telah lama dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk ruminansia dan babi
yang sedang dalam masa pertumbuhan Sebaliknya lumpur sawit belum dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dan
bungkil inti sawit dapat sebagai campuran konsentrat pakan 30-70 %, dan campuran
dengan bungkil inti sawit (70%) sebagai pakan suplemen dan dapat memerikan pertambahan
berat badan kambing jantan sekitar 54 – 62 g/ekor/hari dengan konversi pakan
sebesar 8,1 – 9,4. Kandungan energi yang rendah dan kadar abu yang tinggi menyebabkan
lumpur sawit tidak dapat digunakan secara tunggal tetapi harus dicampur dengan
pakan lain. Untuk mengoptimalkan penggunan limbah pengolahan kelapa sawit yang
berupa lumpur sawit dan bungkil inti sawit perlu memanfaatkan teknologi
fermentasi dengan penambahan biostarter seperti Aspergillus niger.
5.
Jerami jagung
Limbah jagung merupakan salah satu sumber pakan
alternative yang potensial yang banyak dijumpai di Indonesia. Limbah jagung
yang dimanfaatkan sebagai bahan pakan atau pakan ternak masih belum optimal
berkisar 50% dari total limbah yang dihasilkan. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa limbah tanaman jagung belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan
ternak, karena kualitas yang rendah dan mengandung serat kasar yang tinggi
(27,8%). Untuk meningkatkan kualitas bahan pakan jerami jagung, dapat dilakukan
dengan fermentasi denga Aspergillus
niger atau bakteri asam laktat
(Lactobacillus sp).
6.
Limbah tebu
Limbah utama dari tanaman tebu yang potensial untuk dimanfaatkan
sebagai pakan ternak adalah pucuk tebu/daun, molases, ampas tebu dan empulur (pith).
Dari total produksi tebu dapat dihasil limbah tanaman tebu sebanyak 1,8 juta
ton/tahun. Namun limbah tanaman tebu belum dimanfaatkan secara optimal sebagai
pakan ternak. Pucuk tebu merupakan limbah tanaman yang sangat potensial untuk
digunakan sebagai pakan ternak. Pemberian pucuk tebu pada sapi perah dan sapi
potong dapat meningkatkan pertambahan produksi susu sebesar 2 kg susu per hari
pada sapi perah dan berat badan sebesar 0,25 kg/hari pada sapi potong.
Bagas adalah limbah hasil penggilingan tebu atau
hasil ekstraksi sirup tebu. Limbah ini umumnya digunakan sebagai bahan bakar dalam
industri gula. Namun, bagas merupakan pakan limbah yang berkualitas rendah karena
mengandung kadar ligno-selulosa yang tinggi. Intake bagas dapat ditingkatkan
bila dicampur dengan 55% molases dalam ransumnya. Karena bagas merupakan bahan
pembawa yang baik untuk molases, maka ransum ini akan sangat bermanfaat bila
diberikan kepada ternak pada level optimum sekitar 20–30% konsentrasi ransum.
Molases adalah tetes tebu yang umumnya digunakan
sebagai sumber energi dan untuk meningkatkan palatibilitas pakan basal, meningkatkan
kandungan mineral Ca, P dan S, atau sebagai perekat dalam pembuatan pelet. Molases
dapat memberikan hingga 80% energy metabolisibel untuk sapi potong dan pertambahan
berat badan harian antara 0,7– 0,9/kg/hari pada saat persediaan rumput terbatas.
7.
Limbah tanaman kakao
Kulit buah (pod) cokelat merupakan limbah utama
dari tanaman coklat yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah kulit
buah kakao yang dihasilkan dapat mencapai 75 % dari total biji kakao. Kulit
buah coklat mengandung kadar protein kasar (6 – 12%) sedikit lebih tinggi dari jerami
padi, tetapi hampir setara dengan Kandungan serat kasar dalam kulit buah coklat
memiliki kadar selulosa (27– 31%) dan hemiselulosa (10–13%) yang lebih rendah
daripada jerami padi. Sementara itu, kadar lignin berkisar antara 12 – 19%
lebih tinggi 2 – 3 kalinya dibandingkan dengan jerami padi (6%). Secara umum
tingkat kecernaan kulit buah cokelat lebih rendah dibandingkan dengan jerami
padi. Meskipun limbah tanaman cokelat lainnya seperti kulit biji dan lumpur
kakao mengandung kadar protein kasar dan TDN yang lebih tinggi, namun produk
samping tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak karena
jumlah yang dihasil sangat rendah sekali.
0 comments:
Post a Comment