Energi merupakan sumber daya
yang sangat vital sebagai motor penggerak roda perekonomian suatu negara.
Energi sangat diperlukan oleh sektor industri maupun rumah tangga untuk
kegiatan produksi. Bertambahnya jumlah penduduk dunia yang terus meningkat,
maka kebutuhan energi semakin meningkat pula, sedangkan cadangan energi yang
bertumpu pada bahan bakar fosil dan LPG semakin menipis, hal ini menyebabkan
kenaikan harga energi yang terus merangkak. Energi merupakan variable biaya
yang sangat signifikan dalam aktifitas produksi, oleh karena itu kelangkaan
energi akan menyebabkan harga barang-barang menjadi sangat tinggi. Untuk
mengatasi krisis energy di masa depan, maka kita perlu mengembangkan bioenergi
yang bahan bakunya cukup melimpah di Indonesia . Salah satu bioenergi
yang cukup prospektif untuk dikembangkan adalah biogas. Pembuatan biogas
teknologinya sederhana, tersedia bahan baku
yang cukup melimpah dan murah. Bahan baku
pembuatan biogas dapat berasal dari kotoran ternak, kotoran manusia, atau
limbah industri pertanian seperti limbah tahu, tempe , tapioka dan lain lain.
Saat ini, kotoran sapi umumnya masih sebatas digunakan
sebagai pupuk organik. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan biogas
memiliki manfaat yang sangat besar untuk menyediakan energi alternatif
pengganti bahan bakar fosil. Penggunaan biogas juga dapat menurunkan efek rumah
kaca di atmosfer dan emisi lainnya yang disebabakan penggunakan bahan bakar
minyak atau bahan bakar kayu. Penggunaaan biogas memiliki banyak manfaat
secara ekonomis dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Biogas
merupakan sumber bahan bakar terbaharui yang dapat menjadi solusi untuk
meningkatkan ketahanan energi nasional.
Selain itu, pembuatan biogas juga menghasilkan pupuk organik berkualitas
tinggi sebagai hasil sampingan.
Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik
dengan bantuan bakteri anaerob pada lingkungan tanpa oksigen bebas. Proses
fermentasi dilakukan oleh bakteri methanogen yang menghasilkan gas methana (CH4). Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak memerlukan
oksigen (anaerob). Substrat (kotoran ternak) ke dalam digester yang
anaerob, terfermentasi dan membentuk biogas yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai sumber energi, misalnya untuk kompor gas atau listrik.
Biogas yang dihasilkan oleh
aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah
biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri
patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas,
bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan
energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena
metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global
bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon
yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan
lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer. Saat ini, banyak negara maju
meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun
limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada
tempat pengolahan limbah.
Proses Pembuatan Biogas
Pembuatan biogas relatif sederhana, prinsip dasarnya adalah
memasukkan substrat berupa bahan organik seperti kotoran ternak atau limbah
pertanian lainnya ke dalam tabung reaktor / digester yang anaerob.
Subtract atau bahan bahan organik dalam tabung digester mengalami fermentasi
yang dilakukan oleh bakteri anaerob sehingga menghasilkan biogas yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi. Gas yang dihasilkan selama proses fermentasi
dalam digester sebagian besar berupa metana yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi.
Proses terbentuknya biogas dari material organik yang
terkumpul pada digester (reaktor) diuraikan menjadi dua tahap dengan bantuan
bakteri. Tahap pertama material orgranik didegradasi menjadi asam lemah oleh
bakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut menguraikan sampah pada tingkat
hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks atau
senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang
sederhana. Sedangkan asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana.
Setelah material organik berubah menjadi asam asam, maka tahap kedua dari
proses anaerobik digestion adalah pembentukan gas metana dengan bantuan bakteri
pembentuk metana seperti methanococus, methanosarcina, methano bacterium.
Perkembangan proses anaerobik digestion telah berhasil pada banyak
aplikasi.
Untuk memproduksi biogas, kita harus membangun instalasinya
terlebih dahulu. Jenis intalasi yang akan dibangun disesuaikan dengan kapasitas
yang kita inginkan sesuai dengan jumlah bahan organik yang tersedia dan dana.
Biaya yang paling besar dalam proses pembuatan intalasi biogas adalah tipe
reaktornya / digester. Tipe reaktor atau digester
yang sudah familier adalah tipe kubah tetap (fixed dome type),
tipe terapung (floating drum type) dan reaktor balon. Dilihat dari sisi konstruksinya,
pada umumnya hanya digolongkan menjadi dua yaitu reaktor tipe kubah tetap dan
terapung. Fixed dome (kubah tetap) mewakili konstruksi reaktor yang
memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan di dalam
reaktor. Sedangkan floating drum (terapung) berarti ada bagian pada
konstruksi reaktor yang dapat bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan
tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut juga menjadi tanda telah
dimulainya produksi gas di dalam reaktor biogas.
Digester merupakan instalasi utama
penghasil biogas dalam unit biogas. Digester
merupakan suatu tangki yang berfungsi sebagai pencerna kotoran sapi atau linbah
yang merupakan bahan bakteri biogas secara anaerob
(tanpa oksigen). Berdasarkan konstruksinya, desain digester digolongkan kedalam
dua jenis, yaitu fixed dome dan floating drum.
Proses biologis pembentukan biogas dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap methanogenik.
a. Tahap Hidrolisis
Bahan
Organik yang terdiri dari karbohidrat, lemak, protein yang terdapat pada
material organik terhidrolisis. Materi organik kompleks dipecah oleh enzim
extraseluler yang dihasilkan bakteri hidrolitik menjadi materi organik yang
lebih sederhana. Produk yang dihasilkan larut di dalam air yang selanjutnya
digunakan oleh bakteri pembentuk asam.
b. Tahap Pembentukan Asam
Molekul
monomer glukosa yang merupakan hasil dari tahap hidrolisis difermentasikan
dalam keadaan anaerob menjadi
beberapa benuk asam dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh bakteri pembentuk
asam. Monomer glukosa yang terdiri dari 6 atom diubah menjadi molekul-molekul
yang mempunyai atom karbon sedikit (bersifat asam) yaitu antara lain molekul
asam asetat (CH3COOH) dan
etanol (CH3CH2OH).
c. Tahap Methanogenik
Pada
tahap methanogenik, asam-asam organik selanjutnya dirombak oleh bakteri
Methanogen menjadi gas metana, karbondioksida dan beberapa gas dalam jumlah
rendah. Beberapa referensi menyebutkan bahwa bakteri yang berperan dalam proses
degradasi bahan organik secara anaerob,
yaitu:
a. Kelompok bakteri
Fermentatif : Streptococoi,
Bacterioides dan beberapa jenis bakteri sejenis Enterobacterriaceae.
b. Kelompok bakteri
Asetogenik : Desulfovibrio.
c. Kelompok bakteri
Methanogenesis : Methanobacterium,
Methanococcus.
Keberhasilan proses pembuatan biogas
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan dan aktivitas bakteri dalam poses fermentasi anaerob. Kondisi lingkungan yang optimal, akan mendukung aktivitas bakteri dalam melakukan proses
fermentasi anaerob yang optimal,
sehingga menghasilkan produksi biogas yang optimal. Kondisi lingkungan yang
perlu diperhatikan, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Abiotis
Proses
methanogenesis dalam reaktor yang dilakukan oleh bakteri methanogen terjadi
secara anaerob sempurna. Oleh karena
itu tabung reaktor / digester harus kedap, sehingga oksigen (O2) yang masuk
jumlahnya minimal. Meskipun, masuknya oksigen tidak menyebabkan kegagalan total
dari pross fermentasi anaerob, namun
pertumbuhan dan produksi biogas tidak sepenuhnya dalam kondisi anaerob. Dengan demikian, adanya
konsentrasi O2 dalam fermentasi anaerob
akan menghambat produksi gas metana. Penurunan gas metana seiring dengan jumlah
penambahan O2 dalam fermentasi anaerob.
2. Temperatur
Aktifitas
mikroorganisme pada pembentukan biogas juga dipengaruhi oleh temperatur. Secara
umum ada tiga range temperatur dalam
proses fermentasi anaerob, yaitu: 1).
Thermophilic, fermentasi terjadi pada
range temperatur 47 – 55 ºC; 2). Mesophilic, fermentasi terjadi pada
range temperatur 35 – 38 ºC; 3). Psicrophilic,
fermentasi terjadi pada range temperatur 4 – 20 ºC. Menurut Harahap, F.
(1978), fermentasi anaerob pada
digester dapat berlangsung pada temperatur 5 – 55 ºC. sedangkan temperatur optimal untuk
fermentasi anaerob adalah 35 ºC.
3. Derajat Keasaman (pH)
Fermentasi anaerob dapat berlangsung dengan baik jika pH bahan organik di
dalam digester diupayakan 6,6 – 7,0 dengan pH optimum 7,0 – 7,2. Pada awal
pencernaan dalam digester, pH bahan
isian dalam digester dapat turun
menjadi 6 atau lebih rendah. Walaupun bakteri pembentuk asam dapat berkembang
dengan baik pada pH kurang dari 6, berbanding terbalik dengan bakteri
methanogen yang pertumbuhannya malah menjadi terhambat.
4. Rasio C/N
Unsur karbon (C) dalam proses
fermentasi anaerob diperlukan untuk pembentukan gas metana, sedangkan unsur
nitrogen (N) diperlukan oleh bakteri untuk pembentukan sel yang baru. Ratio C/N
yang ideal adalah 25 – 30, apabila ratio
C/N bahan organik tinggi, berarti kadar karbon lebih banyak dari pada kadar
nitrogen, sehingga mikrooganisme akan kekurangan nitrogen untuk metabolisme
yang akan mengakibatkan terhambatnya proses perkembangan dari organisme dan
menyebabkan produksi biogas akan berkurang. Sebaliknya, jika ratio C/N rendah,
maka unsur karbon akan habis terlebih dahulu dan unsur nitrogen akan hilang
membentuk ammonia (NH3).
Untuk mendapatkan ratio C/N yang ideal, perlu dilakukan penambahan bahan yang
mengandung karbon atau nitrogen yang tinggi.
5. Kadar Bahan Kering Isian
Kadar
bahan kering dalam bahan organik yang dimasukan digester ikut berperan terhadap
jumlah biogas yang dihasilkan. Kebutuhan air tiap bakteri berbeda-beda untuk
aktifitasnya. Jika air yang terkandung dalam bahan dalam kapasitas tepat, maka
aktifitas bakteri dapat berlangsung secara optimal, sehingga fermentasi anaerob juga menjadi optimal. Oleh
karena itu produksi biogas juga ditentukan oleh kadar kering bahan isian. Kadar
kering bahan isian yang optimal adalah 7 – 9%. Menurut penelitian Basuki,
(1990), kadar bahan kering kotoran sapi potong adalah 20,86% dan kadar bahan
kering isian adalah 7,82% (Fitri 2006).
6. Pengadukan
Pengadukan kotoran sapi dan air
sangat penting dilakukan agar kontak antara bahan isian dengan mikroorganisme
berjalan secara optimal, sehingga produksi biogas optimal. Pengadukan slurry dalam digester dilakukan untuk menghindari terbentuknya lapisan kerak
pada dasar digester dan permukaan
atas slurry, yang akan menghambat
keluarnya biogas dari digester. Selain itu, pengadukan juga bermanfaat untuk
memberikan kondisi temperatur yang seragam pada digester.
7. Zat Toxic (Zat Penghambat)
Zat toxic adalah zat yang dapat
membunuh mikroorganisme yang diperlukan dalam pembuatan biogas, seperti air
sabun, creolin dan lain-lain. Oleh
karena itu, bahan pembuatan biogas harus dihindarkan dari terkontaminasi oleh
zat toxic agar fermentasi anaerob
dapat berlangsung dengan baik.
8. Starter Yang Digunakan
Starter
adalah bahan yang mengandung bakteri methanogen yang berfungsi untuk
mempercepat proses fermentasi anaerob.
Berdasarkan jenisnya, dikenal beberapa macam starter, yaitu: 1). Starter alami
: berasal dari alam, misalnya : Lumpur aktif, sludge, timbunan kotoran dan timbunan sampah; 2). Starter semi
buatan:berasal dari instalasi unit biogas yang dalam keadaan aktif; 3). Starter
buatan: bakteri methanogen yang dibiakkan secara laboratoris dengan media
buatan.
0 comments:
Post a Comment